gravatar

Ucok Bangsawan : Camat Kramatjati


Pernah Mau Dilengserkan PKL

Menjadikan wilayah tertib dari keberadaan pedagang kaki lima (PKL) tak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih, pedagang datang dari beragam etnis dengan beragam karakter yang dibawanya. Belum lagi, besarnya putaran uang dari keberadaan PKL membuat PKL sangat rawan ditungggangi orang-orang yang memiliki kepentingan, sehingga PKL sangat sulit ditertibkan dan memperpanjang rantai kesemrawutan lalu lintas selama ini. Meskipun ruwet, bukan berarti persoalan PKL mustahil untuk bisa diatasi. Berawal dari optimisme itu pulalah yang membuat Ucok Bangsawan Harahap akhirnya berhasil menertibkan PKL dari wilayah Kramatjati yang saat ini dipimpinnya.

Menertibkan PKL memang makanan sehari-harinya. Maklum sebelum menjadi Camat Kramatjati, pria kelahiran Tanahabang, 7 November 1974 dan masih memiliki darah keturunan Tapanuli Selatan ini adalah mantan mantri polisi (manpol). Namun, sebelum menjadi manpol, Ucok bukanlah apa-apa dan hanya seorang anak muda yang mengawali karier PNS-nya di tahun 1998 lalu sebagai staf di Kecamatan Makasar. Namun, tekadnya yang kuat mampu membawa kariernya setapak demi setapak hingga lelaki yang menyelesaikan Sarjana Ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YAI ini mendapatan kepercayaan sebagai manpol atau sekarang Kasie Satpol PP, di Kecamatan Kramatjati tahun 2001.

Bahkan ia sangat menikmati jabatan tersebut. Hal ini terlihat dari kegiatannya yang secara terus menerus membombardir keberadaan PKL liar seperti halnya di Jl Raya Bogor depan Pasar Kramatjati. Keberadaan PKL yang makin menjamur menjadi fokus utamanya saat itu, terlebih keberadaan PKL menimbulkan kesemrawutan dan sangat rentan keributan. Bahkan, puncak keributan itu pernah terjadi pada 2002, saat terjadinya bentrok antara organisasi masyarakat (ormas) Banten dengan Madura di sekitar kawasan Pasar Kramatjati. Namun, berkat kesigapannya sebagai manpol, dirinya bisa meredam keributan itu dengan mendamaikan kedua kubu yang bertikai.

Selain sekitar kawasan Pasar Kramatjati, dirinya juga fokus menertibkan PKL di kawasan UKI-Cililitan yang merupakan salah satu titik rawan tindak kriminal. Terlebih, di lokasi tersebut terdapat ratusan PKL yang menggelar lapak secara liar dan banyaknya angkutan umum yang kerap ngetem atau menunggu penumpang sembarangan, sehingga jalan itu menjadi kerap macet terutama di saat jam-jam sibuk. Konsistensinya menertibkan PKL pun tidak sia-sia, dan berbuah manis dengan ganjaran penghargaan Manpol Terbaik se-DKI pada 2003 lalu dari Gubernur DKI Jakarta yang pada saat itu dijabat Sutiyoso.

Setelah melakukan berbagai penertiban PKL di kawasan Kramatjati, kariernya terus menanjak hingga pada tahun 2004, ia dilantik menjadi Wakil Camat Jatinegara. Di lokasi yang merupakan pusatnya kota Jakarta Timur itu konsentrasinya juga tak lepas dari PKL, terlebih saat itu kawasan Jatinegara adalah salah satu wilayah yang paling ramai dijamuri PKL. Genderang perang terhadap PKL pun dibunyikannya dengan menertibkan PKL di beberapa titik rawan seperti di Jl Jenderal Urip Sumohardjo, Jl Jatinegara Barat, serta di kawasan Terminal Kampungmelayu.

Namun tidak semua hal yang dilakukannya berjalan lancar dan tanpa hambatan. Bahkan, seringnya dia menertibkan PKL di kawasan Jatinegara membuat Kantor Kecamatan Jatinegara pun sempat diduduki oleh ratusan pedagang. Pedagang menuntut agar Ucok Bangsawan Harahap segera diturunkan dari posisinya sebagai wakil camat. Karena menurut pedagang, dia telah bertindak sewenang-wenang terhadap mata pencarian masyarakat kecil.

Menghadapi itu semua Ucok tidak gentar sedikit pun. Suami Irma Suryani Hasibuan ini tetap pada pendiriannya, karena apa yang dilakukannya telah sesuai dengan prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan Pemprov DKI. Karena itu, menghadapi tuntutan hukum dari pedagang pun pernah dilakoninya. Tapi, satu hal yang perlu diingat sebelum melakukan penertiban, pihaknya memberikan pemahaman kepada pedagang bahwa lokasi tempat mereka berdagang dilarang untuk dijadikan tempat usaha. Dan  pada waktu itu pihak Kecamatan Jatinegara juga telah bekerja sama dengan PD Pasar Jaya untuk menampung para pedagang tersebut.

“Penertiban yang kami lakukan pada saat itu adalah salah satu cara agar wilayah Jatinegara bisa tertib dan nyaman, dan hasilnya ya seperti sekarang ini. Coba bayangkan jika sejak saat itu tidak ada yang berani bertindak tegas, mungkin keberadaan PKL sudah merambat hingga ke seluruh kawasan di Jatinegara,” tuturnya, Selasa (9/2).

Kesuksesan inilah yang kemudian membawanya kembali bertugas di Kecamatan Kramatjati pada 2008. Tetapi kali ini tidak menjadi manpol lagi, melainkan sebagai pimpinan wilayah atau Camat Kramatjati. Namun, sekembalinya ke Kramatjati dirinya kembali terkejut karena wilayahnya kembali disesaki PKL terutama di sekitar Pasar Kramatjati yang saat ini akrab disebut dengan Pasar Subuh. Melihat itu semua, tepat tiga hari setelah menjabat camat, dirinya langsung melancarkan aksi penertiban terhadap pedagang yang kerap dikeluhkan masyarakat khususnya para pengendara di Jl Raya Bogor.

Kemudian sejak akhir 2008 lalu, timbullah kesepakatan yang membolehkan pedagang untuk berjualan di Jl Raya Bogor dengan ketentuan waktu mulai dari pukul 18.30-06.00. Kesepakatan ini dilakukan untuk meringankan beban perekonomian para pedagang, tetapi dengan konsekuensi di luar waktu tersebut pedagang dilarang membuka lapak. Jika ada yang melanggar, dia tidak akan segan-segan mengangkut lapak tersebut.

“Saya hanya berharap Kramatjati bisa menjadi kawasan yang tertib, aman, dan asri. Sehingga masyarakat, baik yang ada di Kramatjati maupun wilayah lain bisa senang melewati kawasan Kramatjati. Dan di mana pun saya bertugas, saya akan terus tegakkan peraturan pemerintah yang terkait ketertiban umum. Karena saya memiliki prinsip, jika kerja dilakukan dengan ikhlas tentunya akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan,” ujar pria menyelesaikan program pasca sarjananya di Universitas Satyagama pada 2007 lalu. (bjc)
 

Entri Populer